Untuk memenuhi keperluan masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan
dan dalam bidang investasi pada masa kini yang memerlukan jasa perbankan; dan
salah satu produk perbankan di bidang penghimpunan dana dari masyarakat adalah tabungan,
yaitu simpanan dana yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat
tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet
giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan. Namun, tidak semua tabungan
dapat dibenarkan oleh hukum Islam (syari’ah), oleh karena itu, Dewan Syari’ah
Nasional (DSN) memandang perlu menetapkan fatwa tentang bentuk-bentuk mu’amalah
syar’iyah untuk dijadikan pedoman dalam tabungan pada bank syari’ah di dalam Fatwa DSN-MUI No : 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang
TABUNGAN.
Ada 3 poin penting dalam fatwa tersebut
agar tabungan tetap berada dalam koridor syariah, yaitu :
- Terdapat 2 jenis tabungan yang dipraktekkan saat ini di dunia perbankan, yaitu tabungan berdasarkan perhitungan bunga dan tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah. Hal ini perlu diketahui oleh masyarakat, bahwa kegiatan yang boleh dilakukan adalah tabungan berlandaskan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah dan bukan berdasarkan perhitungan bunga
- Ketentuan umum tabungan yang dilakukan secara Mudharabah, diantaranya :
- Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
- Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
- Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
- Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
- Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
- Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan
3. Sedangkan pada tabungan berdasarkan Wadi’ah, perlu diperhatikan bahwa dana
dari shahibul
maal bersifat simpangana yang
dapat diambil kapan saja (on call)
atau berdasarkan kesepakatan. Selain itu tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk
pemberian (‘athaya) yang bersifat
sukarela dari pihak
bank.
Ketiga
poin di atas telah diadobsi oleh Bank Indonesia (BI) di dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 tentang AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA
BAGI BANK YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH,
tepatnya pada pasal 3 dan 4 di BAB II berkaitan Persyaratan Akad Penghimpunan
dan Penyaluran Dana.
Pada
pasal 3, aturan BI ini mengadopsi fatwa MUI berkaitan tabungan yang dilakukan
secara Wadi’ah. Dimana disebutkan,
bahwa Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro atau tabungan
berdasarkan Wadi'ah berlaku
persyaratan paling kurang sebagai berikut:
- Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana titipan;
- dana titipan disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal;
- dana titipan dapat diambil setiap saat;
- tidak diperbolehkan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah;
- Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah.
Adapun
pada pasal 5, aturan BI mengadopsi fatwa MUI berkaitan tabungan atau deposito
yang dilakukan secara Mudharabah. Dimana
dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro berdasarkan Mudharabah berlaku persyaratan paling
kurang sebagai berikut:
- Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana;
- dana disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal;
- pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana investasi dinyatakan dalam bentuk nisbah;
- pada Akad tabungan berdasarkan Mudharabah, nasabah wajib menginvestasikan minimum dana tertentu yang jumlahnya ditetapkan oleh Bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening;
- nasabah tidak diperbolehkan menarik dana di luar kesepakatan;
- Bank sebagai mudharibmenutup biaya operasional tabungan atau deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya;
- Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan; dan
- Bank tidak menjamin dana nasabah, kecuali diatur berbeda dalam perundang-undangan yang berlaku.
Uraian diatas
setidaknya menjadi gambaran pengabdosian fatwa DSN MUI tentang TABUNGAN ke
dalam Aturan BI. Dengan demikian, setiap Bank yang mengatas namakan syari’ah
wajib menjalankan aturan tersebut sebagai landasan atau patokan saat
menyediakan dan menawarkan tabungan kepada nasabah.
Belum ada tanggapan untuk "Bank Indonesia Mengadopsi Fatwa MUI tentang Tabungan"
Posting Komentar