Di dalam buku Ekonomi Pembangunan Syariah yang ditulis
oleh Dr. Irfan Syauqi Beik dan Lalily Dwi Arsyianti menyebutkan, bahwa zakat
memiliki 3 fungsi yang dapat dimainkan untuk pembiayaan pembangunan, yaitu :
- Buffer APBS, ialah sebagai penyangga APBN, dimana zakat dapat digunakan untuk menanggulangi bebean difisit APBN, dengan catatan deficit ini adalah yang khusus terkait dengan anggaran belanja pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan dan bukan pos belanja pemerintah lainnya
- Jaring pengaman social dan kesejahteraan masyarakat, ialam sebagai pilar utama dalam menjamin upaya pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berhak menerima zakat (mustahik) dan instrument untuk menciptakan pemerataan dan keadilan ekonomi
- Pilar pengembangan production base perekonomian Negara, dimana hal ini menjadi instrument untuk mengembangkan basis produksi dalam perekonomian masyarakat. Fungsi ini menunjukkan bahwa zakat berfungsi sebagai sumber pendanaan bagi pengembangan usaha mikro mustahik. Fungsi ini juga akan berjalan semakin efektif ketika basis produksi yang dominan disuatu Negara adalah usaha mikro, dimana jumlah usaha mikro jauh lebih banyak dibandingkan dengan usaha kecil, menengah dan besar.
Secara internasional, upaya
ini terus dilakukan. Salah satu upaya yang sedang berjalan saat ini adalah
perumusan dokumen Zakat Core Principles yang berisi prinsip-prinsip
pengelolaan zakat yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas tata kelola
perzakatan internasional (zakat gevernance). Jika melihat protret
pengelolaan zakat di dunia Islam, khususnya Negara-negara anggota OKI, maka
jumlah Negara yang telah memiliki peraturan khusus zakat seperti UU Zakat
hingga akhir 2015 adalah Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam, Kuwait, Arab
Saudi, Yordania, Sudan, Pakistan, Bangladesh, Libya dan Bahrain.
Belum ada tanggapan untuk "Fungsi Zakat dalam Konteks Pembiayaan Pembangunan"
Posting Komentar