Untuk memenuhi keperluan masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan
dan dalam bidang investasi pada masa kini yang memerlukan jasa perbankan; dan
salah satu produk perbankan di bidang penghimpunan dana dari masyarakat adalah Deposito,
yaitu simpanan dana berjangka yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada watu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah
penyimpan dengan bank. Namun. kegiatan deposito tidak semuanya dapat
dibenarkan oleh hukum Islam (syari’ah), oleh karena itu, Dewan Syari’ah
Nasional (DSN) memandang perlu menetapkan fatwa tentang bentuk-bentuk mu’amalah
syar’iyah untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan deposito pada bank syari’ah di dalam Fatwa DSN-MUI No : 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang DEPOSITO.
Ada beberapa ketentuan agar kegiatan deposito
berdasarkan mudharabah tetap berada
dalam koridor syariah, yaitu :
- Terdapat 2 jenis deposito yang dipraktekkan saat ini di dunia perbankan, yaitu deposito berdasarkan perhitungan bunga dan deposito yang berdasarkan prinsip Mudharabah. Adapun deposito yang dibolehkan dalam Islam adalah deposito berlandaskan prinsip Mudharabah, bukan berdasarkan perhitungan bunga.
- Walau kegiatan deposito dilakukan secara Mudharabah, namun tetap perlu diperhatikan beberapa hal. Dimana :
- Dalam transaksi, nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
- Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
- Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
- Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
- Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
- Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Kedua
poin di atas telah diadobsi oleh Bank Indonesia (BI) di dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 tentang AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA
BAGI BANK YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH,
tepatnya pada pasal 5 di BAB II berkaitan Persyaratan Akad Penghimpunan dan
Penyaluran Dana.
Pada
pasal 5, aturan BI ini mengadopsi fatwa MUI berkaitan deposito yang dilakukan
secara Mudharabah. Dimana dalam
kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk ini berlaku persyaratan paling kurang
sebagai berikut:
- Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana;
- dana disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal;
- pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana investasi dinyatakan dalam bentuk nisbah;
- pada Akad tabungan berdasarkan Mudharabah, nasabah wajib menginvestasikan minimum dana tertentu yang jumlahnya ditetapkan oleh Bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening;
- nasabah tidak diperbolehkan menarik dana di luar kesepakatan;
- Bank sebagai mudharibmenutup biaya operasional tabungan atau deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya;
- Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan; dan
- Bank tidak menjamin dana nasabah, kecuali diatur berbeda dalam perundang-undangan yang berlaku.
Uraian diatas
setidaknya menjadi gambaran pengabdosian fatwa DSN MUI tentang DEPOSITO ke
dalam Aturan BI. Dengan demikian, setiap Bank yang mengatas namakan syari’ah
wajib menjalankan aturan tersebut sebagai landasan atau patokan saat
menyediakan dan menawarkan produk deposito kepada nasabah.
Sama saja bank konvensional dan bank syariah jangan munafik, kalo mau benar-benar syariah buatlah system perbankan yang baru siapa yang sanggup.....?????
BalasHapus