Dalam kitab Subul as-Salam yang ditulis oleh Muhammad bin Ismail Amir As-San'ani disebutkan, bahwa barang milik bersama (al-amwal al-'ammah) adalah setiap harta yang tidak masuk dalam kepemilikan individu (perorangan) dimana harta tersebut digunakan untuk kemaslahatan dan kemanfaatan umum. Sedangkan Mardani dalam bukunya Fiqh Ekonomi Syari'ah menyebutkan bahwa barang milik bersama adalah benda yang memiliki fungsi untuk pemenuhan kebutuhan hidup pemiliknya, namun pada saat yang sama di dalamnya terdapat hak masyarakat.
Contoh-contoh Kepemilikan Umum
Kepemilikan umum (kolektif) adalah semua benda yang dimiliki komunitas secara bersama-sama dan tidak boleh dikuasai oleh satu orang saja. Adanya ketentuan bahwa barang-baraang tersebut dimiliki secara bersamaan dikarenakan :
- Benda-benda yang merupakan fasilitas umum, karena menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan jika tidak terpeenuhi dapat menyebabkan perpeecahan dan persengketaan. Adapun yang merupakan fasilitas umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum seperti air.
- Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan. Hal ini karena benda-benda tersebut merupakan benda benda yang tercakup kemanfaatn umum seperti jalan raya, sungai, masjidd dan fasilitas umum lainnya. Rasulullah bersabda, "Dari Aisyah berkata; 'Kami bertanya; 'Wahai Rasulullah, tidakkah (sebaiknya) kami bangunkan rumah untuk engkau di Mina (sebagai tempat bernaung)?' Beliau menjawab; 'Tidak perlu karena Mina tempat singgah siapa yang datang lebih dahulu.' Abu 'Isa berkata; 'Ini merupakan Hadis hasan shahih.'" (HR. Tirmidzi). Dari hadis ini dapat dijelaskan bahwa Mina merupakan tempat seluruh kaum muslimin. Siapa saja yang lebih dahulu sampai dibagian tempat mina dan ia menempatinya, maka bagian itu adalah bagiannya dan bukan merupkan milik perorangan, sehingga orang lain tidak boleh memilikinya. Demikian juga jalan umum, manusia berhak lalu lalang di atasnya, tapi tidak untuk dimiliki.
- Bahan tambang yang jumlahnya sangat besar. Barang tambang dapat diklasifikasikan menjai dua, yaitu bahan tambang yang sedikit (terbatas) jumlahnya, yang tidak termasuk berjumlah besar menurut ukuran individu, serta bahan tambang yang sangat banyak (hampir tak terbatas) jumlahnya. Barang tambang yang sedikit (terbatas) jumlahnya termasuk milik pribadi, serta boleh dimiliki secara pribadi dan terhadap bahan tambang tersebut diberlakukan hukum rikaz (barang temuan), yang artinya harus dikeluargkan khumus, yakni bagiannya. Rasulullah SAW bersabda : "Dari Syumair, Ibnu Al Mutawakkil bin Abdul Madan berkata : dari Abyadh bin Hammal bahwa ia menjadi utusan kepada Rasulullah SAW, kemudian ia meminta garam. Ibnu Mutawakkil berkata; yang ada di Ma'rib. Kemudian ia memotong untuknya. Kemudian tatkala ia pergi, seseorang yang berasal dari majelis tersebut berkata; tahukah anda apa yang anda berikan kepadanya? sesungguhnya anda telah memberikan kepadanya air terus mengalir. Ibnu Al Mutawkkil berkata; kemudian beliau mengambil darinya." (HR. Abu Daud). Adapun barang tambang yang sangat banyak (hampir tidak terbatas) jumlahnya yang tidak mungkin dihabiskan oleh individu maka bahan tambang tersebut termasuk milik umum. Imam At-Tarmidzi meriwayatkan hadis dari Abdyadh bin Hamal, bahwa ia telah meminta kepada Rasulullah SAW untuk dibolehkan mengelola sebuah tambang garam. Lalu Rasulullah memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki dari majelis tersebut bertanya : "Tahukah engkau apa yang engkau tetapkan untuknya? Sesungguhnya engkau menetapkan tanah yang memiliki air yang diam. Abdyadh berkata: "Beliau pun membatalkannya." (HR. Tirmidzi). Hadis ini menyerupakan tambang garam dengan air yang mengalir, karena jumlahnya sangat besar. Hadis ini juga menjelaskan bahwa Rasulullah SAW memberikan tambang garam kepada Abdyadh bin Hamal yang menunjukkan kebolehan memiliki tambang. Namun tatkala Beliau mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang mengalir (jumlahnya sangat besar), maka Beliau mencabut pemberiannya dan melarang dimiliki oleh pribadi, karena tambang tersebut merupakan milik umum.
Kepemilikan Negara dalam Islam
Harta yang termasuk milik Negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslimin yang pengelolaya menjadi wewenang negara, dimana negara dapat memberikan kepada sebagian warna negara, sesuai dengan kebijaksanaanya. Makna pengelolaan negara ini adalah kekuasaan yang dimiliki negara untuk mengelola harta-harta milik negara seperti fa'i, kharaj, jizyah, dan sebagainya.
Menurut Ibn Taimiyah, sumber utama kekayaan negara yaitu zakat, barang rampasan perang (ghanimah). Selain itu, negara juga meningkatkan sumber penghasilan dengan mengenakan pajak warga negaranya, ketika dibutuhkan atau kebutuhannya meningkat. Kekayaan negara secara aktual merupakan kekayaan umum dan kepala negara hanya bertindak sebagai pemengang amanah dan negara wajib mengeluarkannya untuk kepentingan umum dan melindungi hak fakir miskin. Karenanya dilarang penggunaan kekayaan negara yang berlebihan, bahkan negara wajib mengembangkan sistem keamanan sosial dan mengurangi kesenjangan pendapatan masyarakat. []
Belum ada tanggapan untuk "Kepemilikan Umum (Bersama) dan Kepemilikan Negara dalam Islam"
Posting Komentar