Dalam teori produksi
konvensional, tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan adalah
memaksimalkan laba (maximizing or profit) dan menimimumkan biaya (minimizing
oef cost). Hal ini disebabkan dalam memperoleh input, perusahaan harus
mengeluarkan cost yang kadang-kadang diperoleh melalui investor. Secara
umum investor tidak terlalu memperhatikan perincian kegiatan perusahaan dalam
menggunakan pinjaman, tetapi memperhatikan laba yang akan dihasilkan serta
risiko yang dapat menurunkan laba tersebut. Oleh karena itu, perusahaan yang
mampu menjanjikan laba lebih besar dengan risiko lebih kecil, pasti lebih mudah
memperoleh penjaman untuk memperbesar produksi.
Namun sebenarnya, wilayah
produksi tidaklah sesempit itu, mengejar orientasi jangka pendek dengan laba
sebagai titik acuan. Produksi dalam ekonomiIslam sebagaimana dikemukakan Kahf
tidak sekedar upaya untuk meningkatkan kondisi material tetapi juga moral
sebagai sarana untuk mencapai tujuan di akhirat kelak, bukan semata-mata
memaksimalisasi laba duniawi tetapi juga memaksimalisasi laba ukhrawi. Adapun
Mannan menjelaskan, bahwa produksi bertujuan untuk memberikan kesejahteraan
kepada manusia sehingga dalam produksi sangat diperlukan motif altruism bagi
produsen. Sementara Siddiqi lebih memfokuskan pada pentingnya sikap produsen
untuk berpegang kepada nilai keadilan dan kebajikan/kemanfaatan (maslahah)
bagi masyarakat. Dalam pandangannya, sepanjang produsen telah bertindak adil
dan membawa kebajikan bagi masyarakat, maka ia telah bertindak islami. Ataul
Haq menyatakan bahwa tujuan dari produksi yaitu memenuhi kebutuhan barang dan
jasa yang merupakan fardu kifayah, yaitu kebutuhan yang bagi banyak orang
pemenuhannya bersifat wajib. Dengan kata lain, kebutuhan merupakan hal mendasar
dan penting bagi masyarakat.
Dari beberapa pengertian tersebut,
maka tujuan produsen bukan hanya mencari keuntungan maksimun namun bagaimana
agar produksi tersebut memberikan maslahah bagi masyaraka. Menurut Nejatullah,
tujuan produksi dalam Islam meliputi :
- Memenuhi keperluan pribadi secara wajar. Tujuan ini tidak dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap self interest, karena yang menjadi konsep dasarnya adalah pemenuhan kebutuhan secara wajar, tidak berlebihan tetapi tidak kurang. Pemenuhan keperluan secara wajar juga tidak berarti produksi hanya untuk mencukupi diri sendiri, yakni lebih baik jika produksi melebihi keperluan pribadi, sehingga bisa dimanfaatkan orang lain.
- Memenuhi kebutuhan masyarakat. Dimana produsen harus proaktif dalam menyediakan komoditas yang menjadi kebutuhan masyarakat, dan terus menerus berupaya memberikan produk terbaik, sehingga terjadi peningkatan dalam kuantitas dan kualitas barang yang dihasilkan.
- Keperluan masa depan. Maksudnya adalah produsen harus terus-menerus berupaya meningkatkan kualitas barang yang dihasilkan melalui serangkaian proses riset dan pengembangan dan berkreasi untuk menciptakan barang-brang baru yang lebih menarik dan diminati masyarakat.
- Keperluan generasi yang akan dating. Islam menganjurkan umatnya untuk memperhatikan keperluan generasi yang akan dating. Produksi dilakukan tidak boleh mengganggu keberlanjutan hidup generasi yang akan datang, pemanfaatan input di masa sekrang tidak boleh menyebabkan generasi akan dating kesulitan dalam mengakses sumber tersebut, produksi yang dilakukan saat ini memeiliki kaitan yang erat dengan kemampuan produksi di masa depan. Jadi terdapat inter and intra generation equity (keseimbangan antara generasi sekarang dan generasi yang akan dating).
- Keperluan sosial dan infak di jalan Allah. Ini merupakan insentif utama bagi produsen untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi, yaitu memenuhi tanggungjawab sosial terhadap masyarakat. Walaupun keperluan pribadi, masyarakat, keperluan generasi sekarang dan generasi yang akan datang telah terpenuhi, produsen tidak harus bermalasan dan berhenti berinovasi, tetapi sebaliknya, memproduski lebih banyak lagi supaya dapat memberikan kepada masyarakat dalam bentuk zakat, sedekah, infak dan sebagainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tujuan utama seseorang produsen bukan memaksimalisasi laba, melainkan
bagaimana agar produksi yang dilakukan bisa mendatangkan manfaat bagi diri
sendiri dan orang lain. Karena itu, laba yang diperoleh produsen diarahkan untuk
memenuhi kedua hal tersebut. Selain itu tujuan produksi islami yang berbeda
dengan tujuan produksi konvensional membawa implikasi yang mendasar bagi
kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain :
- Seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang islam. Dengan demikian, semua kegiatan produksi muai dari mengorganisasi faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen semuanya harus mengikuti moralitas Islam. Selain itu, Islam juga mengajarkan adanya skala prioritas dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi dan melarang sikap berlebihan.
- Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial kemasyarakatan. Kegiatan produksi menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni dengan lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat, sehingga terdapat keselarasan dengan pembangunan masyarakat dalam skala yang lebih luas. Selain itu msyarakat juga berhak menikmati hasil produksi secara memadai dan berkualitas
- Permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan (scarcity), tetapi lebih komplek. Artinya, masalah ekonomi muncul bukan karena adanya kelangkaan sumber daya ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan manusia saja, melainkan juga disebabkan oleh kemalasan dan pengabaian optimalisasi segala anugerah Allah, baik dalam bentuk sumber daya manusia maupun sumber daya alam.
Dengan paradigma tersebut,
produsen dalam ekonomi Islam akan berusaha untuk :
- Memenuhi keperluan pribadi, keluarga dan perusahaan
- Memberikan bantuan langsung kepada masysrakat melalui zakat dan sedekah
- Membantu masyarakat elelui sumbangan tidak langsung, yaitu dalam bentuk memproduksi barang-barang keperluan dasar dalam jumlah yang banyak, dan memproduksi barang-barang kebutuhan sekunder dengan harga yang murah sehingga orang-orang miskin dapat memperbesar kuantitas pembelian untuk barang-barang tersebut
- Mengkaji ulang input-input yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang mewah dan menggunakannya untuk mendistribusikan barang-barang yang berguna bagi kepentingan masysrakat
- Menyediakan barang dengan harga yang relative murah namun berkualitas.
Referensi :
- Mozer Kahf, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 36
- M. A. Mannan, Islamic Economics : Theory and Practice, (New Delhe: Idarah-I Adabiyat-I, 1970), hlm. 85
- Muhammad Nejatullah Siddiqi, Islamic Producer Behaviour, (Malaisya: Kulliyah of Islamics and Management IIU, 1999), hlm. 139
- Isnaini Harahap, Yenni Samri Juliati Nasution, dkk, Hadis-hadis Ekonomi, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm. 61-69.
Belum ada tanggapan untuk "Produksi Dalam Islam"
Posting Komentar