Konsumsi merupakan suatu hal yang niscaya dalam
kehidupan manusia, karena manusia membutuhkan berbagai konsumsi untuk dapat
mempertahankan hidupnya. Manusia harus makan untuk hidup, berpakaian untuk
melindungi tubuhnya dari iklim ekstrem, memiliki rumah untuk dapat berteduh,
beristirahat sekeluarga, serta menjaganya dari berbagai gangguan fatal. Secara
sederhana, konsumsi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai pemakaian barang untuk
mencukupi suatu kebutuhan secara langsung. Konsumsi juga diartikan dengan penggunaan
barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan manusiawi (the use of goods and service in the satisfaction of human wants).
Dalam ekonomi Islam, konsumsi adalah permintaan
sedangkan produksi adalah penawaran atau penyediaan. Perbedaan ilmu ekonomi
konvensional dan ekonomi Islam dalam hal konsumsi terletak pada cara
pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Jika menggunakan teori
konvensional, konsumen diasumsikan selalu menginginkan tingkat kepuasan
tertinggi. Dalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen
cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan mashlahah maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas Islami bahwa
setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan mashlahah yang diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan
pembalasan yang adil di akhirat serta informasi yang berasal dari Allah SWT
adalah sempurna akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan
konsumsi.
Konsumsi dalam Islam tak akan
terlepas dari kebutuhan. Kebutuhan diartikan sebagai sesuatu yang dibutuhkan
manusia agar dapat dipenuhi. Asumsi ini berangkat dari realitas bahwa pembahasan
konsep kebutuhan dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari kajian perilaku
konsumen dalam kerangka maqashid syari’ah.
Menurut Yusuf al-Qardhawi ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam konsumsi, diantaranya : konsumsi
pada barang-barang yang baik (halal), berhemat, tidak bermewah-mewahan,
menjauhi utang, menjauhi kebakhilan dan kekikiran. Pernyataan tersebut sejalan
dengan firman Allah SWT yang artinya :
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah : 168)
Berbicara konsumsi juga erat kaitannya dengan perilaku konsumen. Perilaku
berarti tingkah atau tindakan, sedangkan konsumen berarti orang yang menikmati
kegunaan suatu barang atau jasa untuk dirinya, bukan untuk dijual atau diolah
atau dikerjakan kembali. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa perilaku
konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan
pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasi produk dan jasa
demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Oleh karenanya, Islam senantiasa
membatasi manusia yang melakukan kegiatan konsumsi agar tidak terjadi
kemudharatan dan dapat mencapai tujuan dari konsumsi dalam Islam.
Referensi:
- Isnaini Harahap, Yenni Samri Juliati Nasution, dkk, Hadis-hadis Ekonomi, (Jakarta : Kencana, 2015)
- Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Ekonomi Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011)
- Zaki Fuad Chalil, Pemerataan Distribusi Kekayaan dalam Ekonomi Islam, (Jakarta : Erlangga, 2011)
- M. Umer Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi : Perspektif Islam, terj. Ikhwan Abidin, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002)
- Dede Nurohman, Memahami Dasar-dasar Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Teras, 2011)
- Idri, Hadis Ekonomi (Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi), (Jakarta : Kencana, 2015)
Belum ada tanggapan untuk "Pengertian Konsumsi dalam Islam"
Posting Komentar